Banda Aceh – Pemilik lahan yang tanahnya diduga telah diambil alih oleh PT. Mifa telah mengambil langkah hukum dengan memberikan kuasa kepada Kantor Hukum Commanders Law, yang berdomisili di Jalan Dr. Mr. Mohd. Hassan, Gampong Batoh, Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh, telah dipercayakan untuk menangani kasus ini.
Dalam upaya menyelesaikan permasalahan ini, pemilik tanah akan diwakili oleh tim advokat yang terdiri dari empat pengacara berpengalaman. Tim hukum ini mencakup:
1.Muzakir AR., S.H. 2.Salman, S.H. 3.Rini Santia, S.H. 4.Nasruddin, S.H.
Keputusan untuk menunjuk tim hukum ini menunjukkan keseriusan pemilik tanah dalam mencari penyelesaian hukum atas kasus pengambilalihan tanahnya. Dengan melibatkan para profesional hukum, pemilik tanah berharap dapat memperjuangkan hak-haknya secara lebih efektif dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dalam menghadapi PT. Mifa.
T. Ridwan menyampaikan harapannya agar PT. Mifa untuk memenuhi kewajibannya memberikan ganti rugi atas tanah miliknya yang saat ini berada di bawah penguasaan perusahaan tersebut.
“Pt. Mifa harus memenuhi dan ganti rugi tanah yang saat ini dibawah penguasaan perusahaan” ujar T. Ridwan.
Permintaan ini mencerminkan keinginan untuk mendapatkan penyelesaian yang adil atas tanahnya yang diambil oleh PT. Mifa. Harapan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan hak kepemilikan, di mana setiap pengambilalihan atau penggunaan tanah pribadi oleh pihak lain, termasuk perusahaan, seharusnya diikuti dengan pembayaran ganti rugi yang sepadan.
Tanah tersebut terletak di Desa Sumber Batu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat yang dibeli oleh T. Ridwan dengan Nanarundana No Sertipikat 298, dan Apri Sertipikat Nomor 313 bahwa asal kepemilikan tanah oleh T. Ridwan bermula pada tahun 1989 Konflik Aceh berkecamuk sehingga diisukan semua suku jawa yang tinggal di Aceh untuk segera keluar dari Aceh.
Isu tersebut telah meresahkan warga aceh yang berasal dari suku jawa dan khawatir akan keselamatannya, sehingga para Transmigrasi yang tinggal di Desa Sumber Batu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, ikut resah dan mengambil sikap mengungsi untuk menyelamatkan diri dan ikut menjual harta benda mareka berupa tanah dan bangunan, binatang ternak dan kenderaan mereka kepada siapa saja yang mau membelinya.
“Beliau merasa tidak keberatan atas pemanfaatan tanahnya oleh pt. Mifa, tetapi beliau mengharapkan kepada PT. Mifa agar membayar ganti rugi terhadap tanahnya yang sudah dikuasai oleh PT. Mifa,” ujar Muzakir AR kepada sejumlah Wartawan Senin, 14 0ktoner 2024, di Banda Aceh.
Lebih lanjut Muzakir.AR juga menyebut kan bahwa, hak kliennya berdasarkan UUD 1945 dalam pasal 27 hingga pasal 34, secara eksplisit mengakui dan melindungi hak-hak warga negara. Pengakuan dan perlindungan ini merupakan manifestasi komitmen negara terhadap kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Dalam konteks ini, tindakan perampasan tanah milik masyarakat tanpa memberikan kompensasi yang layak dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap konstitusi. Perbuatan semacam ini tidak hanya melanggar hak-hak dasar warga negara yang dijamin oleh undang-undang, tetapi juga mencerminkan sikap pembangkangan terhadap prinsip-prinsip fundamental yang menjadi landasan negara.
Perampasan tanah tanpa ganti rugi yang adil bertentangan dengan semangat keadilan sosial dan perlindungan hak milik yang dijunjung tinggi dalam konstitusi. Tindakan seperti ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap negara dan berpotensi menciptakan konflik sosial yang berkepanjangan. Oleh karena itu, setiap kebijakan atau tindakan yang berkaitan dengan pengambilalihan tanah masyarakat harus selalu mengacu pada ketentuan konstitusi dan memperhatikan aspek keadilan serta kesejahteraan masyarakat yang terdampak.
“Berdasarkan UUD 1945 Pasal 27 hingga pasal 34, tindakan perampasan tanah milik masyarakat tanpa konpensasi yang layak dianggap pelanggaran serius terhadap konstitusi, tidak hanya melanggar hak dasar warga negara, tetapi juga mencerminkan sikap pembangkangan terhadap prinsip fundamental yang menjadi landasan negara” ujar Ketua Tim Hukum CMD.
“Perampasan tanah tanpa ganti rugi yang adil bertentangan dengan semangat keadilan sosial dan perlindungan hak milik yang dijunjung tinggi dalam konstitusi” tutup Ketua Tim Hukum CMD.(Fadly P.B)