CIKARANG – BEKASI | Cekcok antara awak media dengan Hakim Ketua di Pengadilan Negeri Cikarang akhirnya terdengar di telinga Ketua Umum IWO Indonesia NR. Icang Rahardian, SH. Yang terjadi pada hari Selasa, 02 April 2024
Pada Kamis pukul 14.00 WIB, Ketua Umum IWO Indonesia tiba di PN Cikarang yang di sambut oleh puluhan anggota dan Pengurus IWO Indonesia, yang menunggu kedatangan Ketua Umum dari Sejak Pukul 09.00 WIB. Icang menemui Edi Supriyadi atau Edi Uban dan menanyakan kronologis kejadian serta upaya pembungkaman dengan cara pemberian uang kepada Edi Uban.
Icang Rahardian mengatakan, “Segera kembalikan uangnya jangan hinakan profesi kami dan kita akan lakukan unjuk rasa di depan PN Cikarang pasca Lebaran atau Idul Fitri ini, yang jelas kata Icang ada beberapa pelanggaran yang telah di lakukan Majelis Hakim jika apa yang di uraikan oleh sabat jurnalis di masing – masing medianya.”
“Sahabat IWO Indonesia bertugas di PN Cikarang sudah saya bekali surat tugas dan hal itu tertulis saya sampaikan kepada Ketua PN Cikarang dan ini harus kita jadikan momentum untuk kita para jurnalis di seluruh Indonesia bahwa lembaga peradilan yang alergi dan terkesan merendahkan awak media harus di beri pembelajaran tentang ETIKA dan KODE ETIK.” Lanjutnya.
“Tunggu aksi Kami IWO Indonesia pasca Lebaran.” Tutup Icang Rahardian Ketua Umum IWO Indonesia dengan nada marah.
Pengakuan Edi bahwa dirinya dan rekannya, selalu mengalah dengan beberapa kali Hakim Ketua mengusir kami selaku awak media, kejadian ini tepat di kantor Pengadilan Negeri Kelas II Cikarang Desa Sukamahi, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, pada Selasa (2/4/2024) kemarin.
Terkait Hal ini, Feri Rusdiono sebagai jurnalis juga angkat bicara dan menambahkan, Bahwa Dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan yang telah diterbitkan MA dan berlaku bertujuan untuk menjaga tata tertib di lingkungan peradilan serta menjaga marwah lembaga peradilan dan para hakim. Feri Rusdiono membeberkan, ketentuan Pasal 4 ayat (6) Perma tersebut bukan bertujuan untuk melarang para jurnalis mengambil foto serta merekam persidangan secara audio maupun visual.
Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan conditio sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum. Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas Negara. Dan hakim sebagai aktor utama atau figure sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak.
Oleh sebab itu, semua wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah seorang hakim, di mana setiap orang sama kedudukannya di depan hukum dan hakim. Wewenang dan tugas hakim yang sangat besar itu menuntut tanggungjawab yang tinggi, sehingga putusan pengadilan yang diucapkan dengan irah-irah “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menunjukkan kewajiban menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan itu wajib dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada semua manusia, dan secara vertikal dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk itu, Petinggi instansi manapun, Mohon untuk dicatat bahwa tidak ada satu pun ketentuan yang menyebutkan pelarangan pengambilan foto dan rekaman dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Jadi jurnalis hanya izin. Kenapa harus izin, karena biar ketahuan bahwa yang datang ini benar jurnalis atau bukan,” tegas Feri Rusdiono.
(Team Media)