Banda Aceh | 14/12, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin, mendukung usul Presiden Prabowo Subianto agar Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, usulan dari Presiden ini tentunya sudah dilakukan dengan berbagai pertimbangan untuk Bangsa dan Negara. Menurut Safar dalam menerapkan demokrasi tentu perlu menyesuaikan dengan kondisi budaya bangsa Indonesia yang dinamis, sama seperti penerapan aturan-aturan Internasional yang perlu memperhatikan aturan nasional.
“kami sangat sepakat dengan usulan Presiden Prabowo, demokrasi kita harus mengacu pada Pancasila, kesejahteraan, persatuan dan kesatuan bangsa harus menjadi tujuan utama bernegara, walaupun praktek demokrasi dianggap sebuah sistem yang bagus, namun perlu disesuaikan dengan konstitusi dan idiologi negara kita, begitu pun dengan aturan-aturan Internasional”, kata Safar.
Dalam pandangan YARA, secara ekonomis bisa menghemat anggaran negara yang mencapai puluhan triliun dimana angaran tersebut dapat digunakan untuk membangun berbagai fasilitas umum yang sangat vital dalam berbagai hal seperti jalan raya dimana saat ini berdasarkan data yang disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaiatan, dalam RDP dengan Korp Lalu Lintas Polri beberapa waktu lalu, menurut data 3 orang perjam kehilangan nyawa dijalan, pada tahun 2023 kecelakaan lalu lintas di indonesia 152.008 dijalan raya dengan berbagai kasus. Irigasi yang masih banyak dibutuhkan untuk mendukung visi ketahanan pangan untuk kemandirian Bangsa, jembatan untuk kemudahan diseluruh pelosok yang masih belum merata, masih sangat banyak fasilitas pendidikan dan kesehatan yang tidak layak saat ini, dan berbagai fasilitas dasar yang harus didapatkan oleh Warga Negara sebagai hak asasi manusia jauh lebih penting saat ini dibandingkan dengan menghabiskan uang untuk Pilkada yang seharusnya dapat dilakukan dengan lebih efesien dan ekonomis.
“dari pengalaman advokasi publik yang kami lakukan, masih banyak kewajiban negara yang menyangkut dengan hak dasar yang menjadi hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945, sebagaimana tujuan bernegara ini belum terpenuhi, seperti jalan raya yang layak sehingga tidak menyebabkan tingginya angka kematian dan kecelakaan seperti yang pernah disampaikan oleh Pak Hinca Panjaitan dalam Rapat dengan Korlantas Polri di DPR, jembatan yang menghubungkan akses masyarakat, fasilitas infrastruktur dan kesejahteraan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang jauh dibawah standar, semua itu hak asasi manusia yang menjadi kewajiban negara yang membutuhkan anggaran yang besar, jika melihat pelaksanaan Pilkada masih ada alternatif yang lebih ekonomis dan efesien kenapa tidak kita jalankan, karena semua itu untuk kepentingan Bangsa dan negara”, terang Safar.
Sejak tahun 2020 lalu, Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, sudah mengusulkan kepada Presiden dan DPR RI yang saat itu suratnya diberikan langsung kepada Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsudin di Banda Aceh juga ke DPR Aceh agar turut mengawal usulan tersebut. Usulan tersebut disampaikan berdasarkan pengalaman dari proses pilkada yang telah berjalan jika pemilihan demokratis secara langsung telah menimbulkan banyak dampak negatif bagi rakyat, perbedaan pilihan, penggunaan model kampanye dengan menghalalkan secara cara termasuk menyuap untuk membeli suara, telah menimbulkan hal yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa yang menjadi komitmen bangsa Indonesia sebagaimana dalam pasal 3 Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia”.
“usulan Presiden Prabowo tentang Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD ini sudah pernah kami sampaikan pada tahun 2020 ke Presiden. Kepada DPR RI suratnya kami serahkan langsung ke Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsuddin saat berkunjung ke Aceh. Usulan tersebut kami sampaikan karena dalam amatan kami, pemilihan langsung ini banyak menimbulkan efek negatif, mulai dari perpecahan ditengah masyarakat karena beda pilihan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, pola kampanye yang menghalalkan secara cara termasuk mempraktikkan money politik yang tidak sesuai dengan semangat demokrasi dan pancasila”, tambah Safar usai penandatangan MoU YAR dengan beberapa Fakultas di Universitas Malikussaleh.
Secara konstitusional, pemilihan kepada Daerah melalui lembaga DPRD tidak bertentangan dengan konstitusi, dan Pemerintah juga telah melakukan kajian tersebut mengesahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang kemudian dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota karena mendapatkan penolakan publik dan juga belum terkonsolidasinya partai politik saat itu, yang kemudian menjadi UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Oleh karena itu, Safar melihat saat ini, beberapa Partai Politik sudah menemukan satu pandangan yang sama dengan Pemerintah, dan harapannya semua Partai Politik juga dapat satu pandangan yang sama dengan tujuan untuk kepentingan Bangsa dan Negara.
“secara konstitisional pemilihan kepala daerah oleh lembaga DPRD ini dapat dilaksanakan, tahun 2014, pernah disahkan UU Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, namun UU tersebut tidak sempat diterapkan karena adanya penolakan publik dan juga belum terkonsolidasinya pandangan partai politik terhadap Pilkada sehingga UU tersebut dicabut kembali. Untuk saat ini, kita semua sudah melihat proses yang berjalan, dan beberapa partai politik juga sudah mendapatkan satu pandangan, kami berharap juga semua Partai Politik punya pandangan yang sama dengan Presiden terhadap Pilkada dengan pertimbangan untuk kepentingan Bangsa dan Negara” Tutup Safar yang juga Ketua Ikatan Advokat Indonesia Provinsi Aceh.(Fadly P.B)