Aceh Timur – Kuasa hukum terdakwa dr.SM dalam sidang kasus pidana peristiwa tabrakan beruntun hari ini, Senin 22 September 2025 menyampaikan pledoi terhadap tuntutan Jaksa.
Dalam pledoi yang dibacakan kuasa hukum terdakwa sekira 25 menit menyanggah hampir semua dakwaan Jaksa maupun pihak kepolisian yang menetapkan dr.SM sebagai terdakwa.
Kuasa hukum saat mengawali bacaan pledoinya mengungkapkan filosofi hukum ” lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah’. Baru kemudian membacakan poin poin sanggahan, diantaranya :
-Saat kejadian , korban pertama Mariam (64) yang mengendarai sepeda motor dari arah yang sama namun secara tiba tiba berbelok arah sehingga terdakwa tidak dapat mengelak.
– Setelah menabrak Mariam mobil terdakwa membanting kemudinya ke kanan namun masih didalam Marka jalan, tiba tiba korban kedua Massyura yang juga mengendarai sepeda motor dari arah berlawanan secara tiba-tiba menabrak mobil terdakwa.
-Korban pertama Mariam dan korban kedua Massyura yang sesuai keterangan dokter tidak mengalami luka serius(tidak cacat permanen).
– Korban kedua Massyura saat ini sudah sembuh dan sudah dapat menjalankan aktifitas sehari-hari mengikuti kuliah seperti biasanya dapat dibuktikan dengan Absensi kehadiran dikampusnya.
– dr.SM sudah melakukan permintaaan maaf berkali-kali kepada korban.
– Pihak Kepolisian salah menetapkan dr.SM sebagai terdakwa padahal terdakwa tidak bersalah.
– Pihak kepolisian tidak seharusnya membuat sketsa kejadian di TKP pada malam hari.
– Saksi-saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum sebanyak 5 orang dimana keterangan kelima saksi tersebut penuh dengan kebohongan.
Pada akhir pledoinya, kuasa hukum meminta majelis hakim karena saat pembuktian secara sah dan menyakinkan bahwa terdakwa tidak bersalah dan memohon kepada majelis hakim demi memenuhi rasa keadilan untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan yang dibebankan.
Keluarga korban Massyura saat usai mengikuti sidang tersebut kepada media ini, Senin,22/09 menyebutkan, pledoi kuasa hukum terdakwalah yang penuh kebohongan dan jauh dari fakta sebenarnya.
” Apa yang dibacakan oleh kuasa hukum terdakwalah yang penuh dengan kebohongan. Katanya mereka telah berkali kali meminta maaf kepada kami itu bohong. Dalam persidangan saja terdakwa tidak pernah mengakui kesalahan. Dan jaksa pernah menyinggung bahwa terdakwa sejak awal persidangan tidak pernah meminta maaf kepada anak saya, saat itu ditanyakan kepada saksi yang meringankan terdakwa dan terdakwa saat sidang itu duduk disamping kuasa hukumnya hanya diam tak membantah.” Jelas Nurdin, ayah Massyura.
Selain itu , Nurdin menambahkan, kebohongan yang lain , katanya anak saya sudah dapat menjalankan aktifitas seperti biasa, fakta yang diungkapkan itu nampak terlalu dipaksakan. mungkin betul dalam absensi kehadiran anak saya dikampusnya dalam status hadir. Tapi mereka tidak tahu bahwa anak saya memang mengikuti perkuliahan tetapi dengan mekanisme kuliah online , anak saya mengikuti kuliahnya dirumah menggunakan hp. Jadi bukan mengikuti kuliah dan hadir dikampusnya…itukan jelas fakta yang fiktif dan dipaksakan.
Sedangkan sanggahan lainnya dari kuasa hukum terdakwa , terkait kejadian itu hanya jaksa dan kepolisian yang dapat menjawab. Bagi kami tak mungkin pihak kepolisian maupun Jaksa menetapkan orang dengan seenaknya saja menetapkan terdakwa diluar prosedur yang ada. Saya rasa semua orang bahkan orang awam seperti kami pun tahu.
Saya rasa kuasa hukum terdakwa ini sudah blunder otaknya. Sudah habis bahan dalam membela terdakwa sehingga mengada-ada membuat atau menyusun pledoinya” ungkap Nurdin.
” Poin pledoi lainnya , kuasa hukum terdakwa menyebutkan anak kami sudah sembuh dan sudah dapat menjalankan aktifitasnya itu juga persepsi mereka yang salah. Anak saya dalam melaksanakan sholat saja dengan cara duduk, tak bisa sholat dengan berdiri. Empat jari kakinya tak berfungsi ,hanya ibu jari kakinya saja yang berfungsi atau masih bisa digerakkan. Kami pernah bicara dimedia, mengajak kuasa hukum untuk melihat anak saya dirumah agar melihat fakta sebenarnya dan bukan menebak-nebak”. Ungkapnya.
Setelah pembacaan pledoi, majelis hakim menanyakan kepada JPU apakah ada sanggahan atau replik terhadap pledoi kuasa hukum terdakwa.
JPU menjawab “ada Majelis”, dan majelis menetapkan akan menggelar kembali sidang esok pada Selasa 23 September 2025 dengan agenda sidang sanggahan JPU atau replik terhadap pledoi kuasa hukum terdakwa.
Diakhir wawancara kepada awak media, Ayah korban memohon kepada majelis hakim agar saatnya putusan dapat memutuskan dan mempertimbangkan secara bijaksana dengan melihat sisi kemanusiaan anaknya Massyura.
Selama 11 bulan penderitaan yang dirasakan anaknya hingga hancurnya masa depan Massyura sebagai seorang anak yang memiliki cita- cita harus menjadi perhatian dan pertimbangan majelis hakim.
Penderitaan Cacat tubuh permanen yang menghambat aktifitasnya tak dapat tergantikan, namun harta , tahta dan jabatan masih bisa diupayakan.
Jangan sampai sisi kemanusiaan itu direndahkan dan tanpa nilai sehingga lebih bernilai materialistis dan menjadi dewa dari segalanya.