Aceh Timur – Hendrika Saputra, A.Md — Ketua JWI Aceh Timur mengatakan Aceh Aceh Kaya Raya, Tapi Rakyat Masih banyak Tinggal di Rumah Tak Layak Huni dimana tanah yang diberkahi, kaya sumber daya alam, hasil bumi, dan lautan yang melimpah. Namun, di tengah kekayaan itu, masih banyak rakyat Aceh yang hidup di rumah tak layak huni — berdinding papan rapuh, beratap bocor, bahkan sebagian tanpa atap sama sekali.
Sudah lebih dari dua puluh tahun Aceh hidup dalam suasana damai. Tapi apakah damai itu benar-benar menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat kecil? Jika kita menelusuri pelosok desa dari Aceh Timur, Pidie, Aceh Barat, hingga Simeulue dan ber-bagai kabupaten kita masih akan melihat kenyataan pahit: rumah-rumah rakyat miskin berdiri lusuh di antara gedung megah dan proyek besar yang terus dibangun.
Pemerintah sering berbicara tentang pembangunan infrastruktur besar — terowongan, jalan tol, jembatan megah — tapi bagaimana dengan pembangunan rumah rakyat? Bukankah tempat tinggal layak adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama? Untuk apa Aceh membangun terowongan jika rakyatnya masih tidur di bawah atap bocor dan lantai tanah?
Aceh tidak miskin. Bahkan, jika dikelola dengan baik, Aceh bisa lebih makmur daripada Brunei Darussalam. Tapi perbedaan besar terletak pada niat dan keberpihakan pemimpin terhadap rakyatnya.
Oleh karena itu, kami menyerukan kepada Pemerintah Aceh dan seluruh bupati/wali kota di 23 kabupaten/kota agar memprioritaskan program pembangunan 10.000 rumah layak huni di seluruh Aceh pada tahun 2026.
Cita-cita besar kita adalah:
> “Aceh Bebas Rumah Tak Layak Huni 2026.”
Jangan ada lagi keluarga Aceh yang tidur di bawah atap bocor. Jangan ada lagi anak Aceh yang belajar di rumah reot. Sudah saatnya kekayaan Aceh benar-benar dinikmati rakyatnya.
Pemerintah harus membuktikan kerja nyata, bukan sekadar proyek seremonial. Karena rumah layak huni adalah lambang martabat rakyat dan bukti nyata keadilan sosial di Tanah Rencong. dan Aceh maju seperti negara maju dunia.
{Red}






















