ACEH – Di tengah klaim sebagai daerah kaya sumber daya alam, Pemerintah Provinsi Aceh kini menuai sorotan tajam. Pasalnya, sejumlah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan tenaga paruh waktu di berbagai instansi dilaporkan dan diduga belum mampu membayar gaji mereka tepat waktu. Selasa 4/11/2025
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat: apa yang sebenarnya dibanggakan dari Aceh yang disebut kaya raya, jika menggaji aparatur sendiri saja belum mampu dilakukan?
Seorang tokoh pers di Aceh Timur yang enggan disebutkan namanya menilai situasi ini sebagai tamparan keras bagi pemerintah daerah.
> “Bagaimana bisa Aceh mengaku kaya hasil alam, kalau untuk membayar gaji PPPK dan tenaga paruh waktu saja belum mampu? Ini bukan sekadar persoalan administrasi, tapi bukti lemahnya manajemen keuangan daerah,” ujarnya tegas kepada wartawan.
Ia juga menyindir bahwa selama ini pemerintah Aceh lebih sering berbangga dengan potensi minyak, gas, dan hasil bumi yang melimpah, namun kenyataannya belum memberi dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
> “Kita sudah lebih 20 tahun berdamai, tapi rakyat belum benar-benar sejahtera. Dana otonomi khusus sudah triliunan rupiah masuk, tapi masih banyak ASN dan PPPK yang menunggu gaji. Apa yang mau dibanggakan?” lanjutnya dengan nada kecewa.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat kemiskinan di Aceh masih menjadi salah satu yang tertinggi di Sumatera. Ironisnya, provinsi ini justru menerima dana otonomi khusus terbesar di Indonesia, yang seharusnya bisa menopang sektor publik, termasuk pembayaran gaji aparatur.
Sejumlah pengamat menilai, persoalan ini menunjukkan adanya ketimpangan antara potensi sumber daya dan tata kelola anggaran. Aceh dinilai terlalu lama bergantung pada dana pusat tanpa optimalisasi sektor produktif di daerah.
> “Selama orientasi pembangunan masih seremonial dan tidak menyentuh kebutuhan dasar, seperti gaji aparatur dan kesejahteraan masyarakat, maka klaim ‘Aceh kaya raya’ itu hanya slogan kosong,” kata seorang analis ekonomi lokal di Aceh.
Kini, masyarakat menantikan langkah konkret Pemerintah Aceh untuk mampu untuk pembayaran gaji PPPK dan tenaga paruh waktu, sekaligus membuktikan bahwa kekayaan alam Aceh benar-benar dapat menjadi sumber kesejahteraan, bukan sekadar kebanggaan semu.
{Red}






















