Aceh Timur – Ketua Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) Aceh Timur, Hendrika Saputra, A.Md, melontarkan kritik pedas terhadap para pemimpin di Aceh yang hanya sibuk melakukan pencitraan lewat kegiatan blusukan, namun gagal memberikan solusi nyata terhadap kemiskinan dan pengangguran.
Dalam pernyataannya, Hendrika menegaskan bahwa blusukan tanpa tindakan nyata sama saja dengan sandiwara politik murahan. Ia menilai, banyak pemimpin yang seolah-olah “menikmati” kekayaan Aceh dan memposisikan diri seakan pemberi rezeki bagi rakyat kecil.
> “Blusukan sana, blusukan sini, tapi kenyataannya rakyat tetap susah. Seolah-olah kaulah Tuhan yang memberi rezeki kepada orang miskin, padahal yang dibutuhkan rakyat adalah lapangan kerja nyata dan gaji layak sesuai UMR,” tegas Hendrika.
Menurutnya, rakyat Aceh sudah jenuh dengan pola kepemimpinan yang gemar tampil di depan kamera, memamerkan bantuan kecil yang justru diviralkan untuk kepentingan popularitas.
> “Rakyat tidak butuh bantuan yang difoto dan diviralkan seolah-olah pemimpin itu penyelamat. Yang mereka butuh adalah pekerjaan tetap untuk menghidupi keluarga mereka di tanah yang kaya raya ini,” ujarnya.
Hendrika menilai, selama ini sumber daya alam Aceh hanya dinikmati segelintir pihak, sementara masyarakat kecil terus hidup dalam kesulitan.
> “Aceh ini kaya laut, darat, dan udara. Tapi rakyatnya masih harus mencari kerja ke negeri orang. Ini ironis! Jangan berlagak seperti Tuhan dengan bantuan yang hanya jadi bahan konten. Bangun lapangan kerja, bukan pencitraan!” serunya dengan nada geram.
Ketua JWI Aceh Timur itu juga menyerukan agar para pemimpin berhenti menjadikan rakyat sebagai alat politik. Ia menegaskan, Aceh seharusnya mampu berdiri sejajar dengan negara kaya seperti Brunei Darussalam jika kekayaan alam dikelola dengan benar dan hasilnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat.
“Kita tidak butuh pemimpin yang hanya pandai berpidato dan berpose. Yang dibutuhkan Aceh adalah pemimpin berani yang menciptakan ekonomi mandiri, membuka peluang kerja, dan menyejahterakan rakyat tanpa pencitraan,” tutup Hendrika.
{Red}






















